Syariahsaham.com, CIANJUR -- Di sejumlah negara Timur Tengah, meskipun fatwa kolektif ada, sebuah lembaga keuangan bisa saja menggunakan pandangan ahli yang bersifat personal. Sehingga sebuah produk keuangan di bank A misalnya dibolehkan, tapi di bank B bisa jadi diharamkan alias tidak dilayani.
Salah satu dosen saya misalnya pernah bercerita seorang mufti di bank A misalnya membolehkan sebuah transaksi yang di bank B dilarang oleh mufti di sana. Bank B ini kebetulan muftinya adalah seorang alim yang terkenal di Indonesia.
Mufti bank A ini ketika ditanya “Mengapa Anda membolehkan transaksi jenis ini di bank A padahal mufti di bank B yang terkenal itu melarangnya?”, maka dijawabnya dengan tenang “Mufti bank B itu adik kelas saya waktu kuliah, mengapa saya harus ikut pandangan dia?”.
Tinggal kini sikap kita sendiri, mau ikut fatwa atau membuat fatwa baru lainnya. Kita harus ingat fatwa disusun bisa jadi sebagai jawaban atas pertanyaan ataupun inisiatif pemberi fatwa untuk memberikan petunjuk kepada ummat.
Maka fatwa tidak bersifat mengikat selama tidak masuk dalam sistem hukum yang berlaku. Kita misalnya tidak akan ditangkap polisi karena menyimpan uang di Bank Rakyat Indonesia atau membeli saham BBRI. Bahwa fatwa itu tidak sesuai dengan kehendak atau keinginan kita, juga tidak membuat fatwa itu tidak valid. Karena fatwa memang tidak diperuntukkan untuk memenuhi kehendak dan keinginan kita.
Saya yakin DSN MUI dan OJK diisi oleh ahli yang berpengalaman sehingga screening yang dilakukan telah melalui proses yang dapat dipercaya. Saya pribadi berpandangan bahwa akan sangat baik jika umat Islam makin aktif di pasar modal.
Ustadz Yusuf Mansur tidak perlu mengumpulkan dana ummat untuk mendirikan hotel sendiri, membuat maskapai sendiri, misalnya untuk mempermudah ibadah haji dan umroh. Cukup menggerakkan umat untuk membeli saham GIAA atau AirAsia atau Qatar Airways. Beli saham Hilton atau hotel terkemuka dunia lainnya dan sebagainya.
Cara ini lebih mudah sebenarnya dan ummat Islam punya banyak dana. Setelah saham mayoritas dipegang, tinggal ummat Islam yang mengatur, mengarahkan direksinya untuk ini, untuk itu dan sebagainya.
Tapi masuk ke bursa juga tidak asal masuk. Harus belajar ilmunya. Sayyidina Umar ra juga pernah mengusir pedagang dari pasar karena tidak berilmu yang bisa berdampak merugikan bagi kegiatan ekonomi. Maka ada Sekolah Pasar Modal Syariah 1 dan 2, trader atau investor juga baiknya membaca banyak buku, menyerap banyak informasi.
Saya pribadi karena merasa memiliki banyak keterbatasan, tidak ragu untuk investasi dengan membeli buku-buku, mengikuti seminar dan workshop, join di berbagai forum baik free maupun premium, dan lainnya. Semua karena kesadaran bahwa tanpa ilmu, akan banyak kerugian bagi terhadap diri kita maupun orang lain. Demikian dari saya, semoga bermanfaat.
Salah satu dosen saya misalnya pernah bercerita seorang mufti di bank A misalnya membolehkan sebuah transaksi yang di bank B dilarang oleh mufti di sana. Bank B ini kebetulan muftinya adalah seorang alim yang terkenal di Indonesia.
Mufti bank A ini ketika ditanya “Mengapa Anda membolehkan transaksi jenis ini di bank A padahal mufti di bank B yang terkenal itu melarangnya?”, maka dijawabnya dengan tenang “Mufti bank B itu adik kelas saya waktu kuliah, mengapa saya harus ikut pandangan dia?”.
Tinggal kini sikap kita sendiri, mau ikut fatwa atau membuat fatwa baru lainnya. Kita harus ingat fatwa disusun bisa jadi sebagai jawaban atas pertanyaan ataupun inisiatif pemberi fatwa untuk memberikan petunjuk kepada ummat.
Maka fatwa tidak bersifat mengikat selama tidak masuk dalam sistem hukum yang berlaku. Kita misalnya tidak akan ditangkap polisi karena menyimpan uang di Bank Rakyat Indonesia atau membeli saham BBRI. Bahwa fatwa itu tidak sesuai dengan kehendak atau keinginan kita, juga tidak membuat fatwa itu tidak valid. Karena fatwa memang tidak diperuntukkan untuk memenuhi kehendak dan keinginan kita.
Saya yakin DSN MUI dan OJK diisi oleh ahli yang berpengalaman sehingga screening yang dilakukan telah melalui proses yang dapat dipercaya. Saya pribadi berpandangan bahwa akan sangat baik jika umat Islam makin aktif di pasar modal.
Ustadz Yusuf Mansur tidak perlu mengumpulkan dana ummat untuk mendirikan hotel sendiri, membuat maskapai sendiri, misalnya untuk mempermudah ibadah haji dan umroh. Cukup menggerakkan umat untuk membeli saham GIAA atau AirAsia atau Qatar Airways. Beli saham Hilton atau hotel terkemuka dunia lainnya dan sebagainya.
Cara ini lebih mudah sebenarnya dan ummat Islam punya banyak dana. Setelah saham mayoritas dipegang, tinggal ummat Islam yang mengatur, mengarahkan direksinya untuk ini, untuk itu dan sebagainya.
Tapi masuk ke bursa juga tidak asal masuk. Harus belajar ilmunya. Sayyidina Umar ra juga pernah mengusir pedagang dari pasar karena tidak berilmu yang bisa berdampak merugikan bagi kegiatan ekonomi. Maka ada Sekolah Pasar Modal Syariah 1 dan 2, trader atau investor juga baiknya membaca banyak buku, menyerap banyak informasi.
Saya pribadi karena merasa memiliki banyak keterbatasan, tidak ragu untuk investasi dengan membeli buku-buku, mengikuti seminar dan workshop, join di berbagai forum baik free maupun premium, dan lainnya. Semua karena kesadaran bahwa tanpa ilmu, akan banyak kerugian bagi terhadap diri kita maupun orang lain. Demikian dari saya, semoga bermanfaat.
0 Response to " Mas Yuli Menjawab: Setiap yang Memabukkan Haram Hukumnya, Baik Sedikit Maupun Banyak (2) "
Posting Komentar