Syariahsaham.com, CIANJUR - Hadits-hadits terkait hal ini dapat dirujuk pada Kitab Asyribah (Minuman) terutama Bab Al-Khamr min Al-‘Asal, wa Huwa Al-Bit’.
Nabi Saw di hadits-hadits tersebut menggunakan redaksi “كل شراب أسكر فهو حرام” artinya setiap minuman yang memabukkan (hukumnya) haram. Imam Ibn Hajr Al-‘Asqalani dalam Fath Al-Bari, Juz 10, ketika menjelaskan hadits ini juga menguraikan beberapa redaksi hadits dari riwayat lain.
Misal dalam riwayat Abu Dawud, Nabi Saw mengatakan “كل مسكر حرام” artinya setiap yang memabukkan (hukumnya) haram. Riwayat Abu Dawud yang lain dan Nasai menyebut bahwa Nabi Saw menyatakan “ما أسكر كثيرة فقليله حرام” artinya sesuatu yang memabukkan (jika dikonsumsi) dalam jumlah banyak, maka bagiannya yang kecil pun juga haram. Fath Al-Bari yang saya pakai terbitan Riyadh 2001 yang ditahqiq 'Abd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd.
Perlu diingat hadits-hadits ini berkaitan dengan makan dan minum yang jika diterapkan langsung dan universal dalam muamalah sebagaimana kita lakukan dalam jual beli, maka dampaknya bisa cukup panjang.
Kalau kita terapkan dalam kaidah “ما جاز أكله جاز بيعه” (apa yang dibolehkan memakannya, maka dibolehkan juga menjualnya) tentu tidak mengapa karena ini mudah dilakukan. Tidak membeli minuman beralkohol, tidak membeli daging babi dan sebagainya.
Namun ketika harus dimaknai bahwa tidak ada unsur ribawi sama sekali di sebuah perusahaan, maka akan sangat membebani umat Islam.
Sekedar contoh jamaah haji yang sedang melaksanakan ibadah di tanah suci atau sudah kembali ke tanah air. Apa hukum ibadah haji mereka?
Mereka berangkat ke tanah suci dengan maskapi Garuda Indonesia Airways (GIAA) yang sudah pasti memiliki hutang ribawi. Pesawat yang dipakai, baik Boeing maupun Airbus, jelas diproduksi di perusahaan yang mengandalkan pinjaman bank untuk memulai usahanya.
Jamaah juga pasti memiliki passport yang diproses secara elektronik dengan menggunakan komputer. Kalau operating system-nya berbasis Windows, berarti ada Microsoft di belakangnya. Ada Bill Gates pula di belakangnya, yang adalah mantan mahasiswa Harvard University. Kalau prinsip semua harus bersih riba diterapkan, harus kita ingat Harvard University ini dulunya mirip pondok pesantren di Indonesia, niat awalnya mendidik ahli agama.
Jadi bisa dibayangkan kalau prinsip semua harus bersih unsur ribawi diterapkan akan sangat memberatkan. Tulisan ini sudah pasti tidak akan pernah ada. Pembahasan di grup telegram juga tidak akan ada. Kita juga tidak bisa lewat jalan tol untuk mudik karena Jasa Marga masih punya utang. Mahasiswa saya juga nggak boleh makan Indomie dan seterusnya.
Padahal Islam mengenalkan prinsip “رفع الحرج رفع المشقة,”masalah yang memberatkan harus diangkat atau dihilangkan.
Itulah mengapa dalam muamalah kita mengenal prinsip asal mubah, baru jika ada larangan itu yang dihindari.
Bagi saya pribadi, adanya indeks saham-saham yang telah diseleksi berdasarkan pemeriksaan oleh DSN MUI dan OJK merupakan sebuah anugerah, karena kita tidak perlu melakukan screening yang akan menghabiskan waktu dan tenaga.
Kita juga bersyukur bahwa pendekatan hukum yang digunakan bersifat top down, dalam artian negara ikut berkontribusi dengan keberadaan MUI dan OJK sehingga fatwa lebih mudah diakses dan bersifat integral.
Bersambung ke tulisan selanjutnya ...
0 Response to " Mas Yuli Menjawab: Setiap yang Memabukkan Haram Hukumnya, Baik Sedikit Maupun Banyak (1) "
Posting Komentar