Hero

Stoika Ramadhan: Speculate But Don’t Gamble

oleh: Budi Hikmat (Director for Investment Strategy PT Bahana TCW Investment Management, founder Komunitas Nabi Yusuf)

Dear Milenial Cuan dan Komunitas Nabi Yusuf
Om Budi posting pandangan ini untuk mendukung Mang Asep Muhammad Saepul Islam atau Amsi Asep Msi yang penuh semangat ikhlas melakukan sosialisasi investasi syariah.
Memang banyak tantangan masih ada orang yang menganggap investasi di pasar modal itu adalah judi sehingga memaki Mang Amsi dengan perkataan yang tidak pantas.
Ya memang betul transaksi saham bisa judi, tergantung niat awal.
Tapi yang kami amalkan dan bagaimana saya lihat Mang Amsi menjelaskan proses invetasi sangat jauh dari judi.
Saya senang sekali melihat presentasi Mang Amsi menggunakan prinsip yang saya promosikan: Pricing the Value, not Valuing the Price. Jelas ada observasi dan hitungan yang cermat sebelum berinvestasi dengan aman (margin of safety).
You guys Milenial, ingatlah prinsip investasi sendiri pada dasarnya speculate but don’t gamble.
Sabar ya, jangan gampang marah atuh. Kita harus memulai dengan konsep yang jelas. Bahwa ada beda antara speculate dan gambling. Sebab terkait dengan penguasaan informasi dan penerapan strategi.
Speculate sendiri berasal dari bahasa Latin speculari yang artinya to watch or to observe atau watch tower. Itulah sebabnya penonton pertandingan di atas tribun dalam Bahasa Inggris disebut spectator karena mereka menyaksikan dan mengobservasi. Silakan Googling deh kalo ndak percaya.
Untuk mudahnya silakan uji pernyataan saya: Main gaple itu spekulasi, dan judi itu seperti main lempar dadu.
Dalam bermain gaple, sangat dibutuhkan kecakapan membaca pola. Lalu membuat strategi agar bisa menang. Terlebih bila berpasangan. Dengan sering latihan, seorang bisa jadi jagoan. Seperti membaca isyarat baik dari kawan maupun lawan.
Saya suka main gaple sewaktu kuliah dan tinggal di asrama UI Daksinapati (daku setia menanti sampai mati) Rawamangun. Saya begitu terpesona melihat kecanggihan teman-teman (sebagian besar dari Padang dan Medan) yang sangat canggih membaca kartu saya.
Di saat itu saya belajar prinsip bermain gaple, seperti Jangan menemani musuh dan memusuhi teman, paksa lawan makan ekor sendiri, fokus menang bukan hanya melewati musuh. Psst, saya sempat juara gaple se Bahana Group...
Dadu berbeda dengan gaple. Probabilita keluar setiap angka bersifat random. Saya pernah mengajar Statistika di FEUI selama lima tahun. Baik pada pelemparan pertama maupun setelahnya. Baik bila saya sedang bete maupun senang. Baik ketika anak whedok saya Dina sedang dapet tamu bulanan maupun sedang pake celana jeans. Baik ketika Raka punya jerawat maupun saat bokek. Baik ketika Adelina baru terima transfer gajian, maupun selesai menyiapkan makanan.
Pokoknya, kita tidak pernah bisa membuat strategi agar kemungkinan menang bisa ditingkatkan.
Ini sangat berbeda dengan gaple. Kalau angka 6/3 sudah keluar, maka berkuranglah probabilita keluar angka 6 dan 3. Anda tahu kan, setiap angka dadu mulai dari kosong hingga enam jumlahnya sama, yakni tujuh. Dengan demikian, kita bisa mengatur strategi agar lawan bisa dikalahkan.
Kecakapan untuk mengubah data menjadi informasi yang diterjemahkan dalam bentuk strategi menjadi penentu keberhasilan. Prinsip yang sama berlaku dalam investasi.
Saya memang bukan Ustadz walau almarhum Kakek saya ternyata pahlawan nasional dan pendiri pesantren yang cukup besar di Tasikmalaya. Namun berdasarkan berbagai bacaan yang saya pahami, saya berkeyakinan Tuhan hanya melarang berjudi, tetapi tidak berspekulasi. Anda boleh tidak sepakat dengan keyakinan saya ini.
Pernahkah Anda mendengar riwayat ketika kaum Muslimin bersedih mendengar berita bangsa Romawi yang banyak menganut ajaran Kristen baru saja dikalahkan oleh Persia. Mereka bersedih sebab Kristen dan Muslim sesungguhnya bersaudara.
Kesedihan itu mereda ketika turun wahyu yang merupakan bagian awal Surah Ar Rum yang menubuatkan bahwa Romawi akan menang kembali dalam waktu yang tidak lama (QS 30:1-5). Masalahnya, siapa yang saat itu percaya kepada ‘informasi’ yang diwahyukan itu?
Padahal informasi wahyu itu valid, wong datang dari Tuhan Yang Maha Mengetahui. Dalam dunia intelegent, informasi akurat dikenal sebagai A1.
Adalah sahabat Nabi yang bernama Abu Bakar yang termasuk sedikit orang yang percaya atas “ramalan” tersebut. Bahkan Beliau sering sekali mengungkapkan keyakinan akan ramalan itu. Akibatnya beliau sering terlibat perdebatan dan diperolok oleh kaum yang tidak beriman saat itu. Hal ini memaksa Abu Bakar untuk mengajak mereka bertaruh dengan menggunakan sejumlah hewan ternak yang dia miliki.
Yang menarik justru setelah memberi laporan kepada Nabi Muhammad SAW, malah Nabi meminta Abu Bakar untuk meningkatkan kadar taruhan.
Kebenaran wahyu terbukti, Bangsa Romawi memenangkan pertempuran besar atas Persia di suatu tempat yang sangat mirip dengan deskripsi wahyu. Mendengar berita itu, kaum beriman berbahagia. Terlebih Abu Bakar yang menang taruhan besar karena memanfaatkan informasi Tuhan yang diwahyukan melalui Nabi.
Jadi mengapa kita tidak berikhtiar mencari dan mengkaji data menjadi informasi yang dapat dipercaya untuk dimanfaatkan meningkatkan peluang cuan berinvestasi. Data tersebut begitu banyak tersebar yang hanya tersembunyi bagi orang buta.
Sebagai economist, saya biasa mencermati data current account deficit (CAD) seperti yang saya tulis sebelumnya. Membesarnya CAD meningkatkan risiko pelemahan rupiah terutama bila terjadi juga penguatan dollar.
Teman-teman baik saya di BPKH, khususnya Pak Beny Witjaksono, tentunya perlu mengantisipasi penurunan harga minyak akan memicu pemerintah Saudi Arabia memangkas subsidi sehingga meningkatkan inflasi dan biaya pelaksanaan haji.
Saya memantau data pertumbuhan uang M1 untuk menyakini apakah benar stimulus yang digelar pemerintah itu dilaksanakan. Bila pertumbuhan M1 sangat pesat, maka saya akan mempertimbangkan untuk menambah alokasi di saham konsumsi.
Data statistik demografi Indonesia yang menunjukkan proporsi penduduk usia di bawah 20 tahun berkisar 37%. Kelompok ini disebut sebagai spender group. Proporsi mereka sangat besar yang pastinya melandasi permintaan terhadap aneka barang dan jasa konsumsi. Lihat saja maraknya penjualan pizza, sosis, frozen yogurt, pulsa telepon hingga deodorant. Psst, maksudnya beli UNVR gitu?
Saking besarnya spender group ini, berbagai operator telco menggunakan lingo yang merangkul kelompok ini dengan menggunakan kata “kamu”. Seperti, untuk kamu yang suka surfing kami berikan paket special internet....
Kadang saya merasa Milenial ketika dipanggil kamuh, apalagi oleh istri Adelina Syarif padahal kami berdua kolonial.
So mengapa ndak invest di saham telco. Mungkin ndak banyak yang tahu bahwa 35% saham Telkomsel (anak perusahaan TLKM) dimiliki oleh SingTel. Teman saya orang Singapura aja senang banget invest di SingTel dengan menikmati dividen yang besar. Dari mana asalnya, ya salah satunya dari Telkomsel. Jadi sayang ya, mengapa masyarakat ndak mau invest.
Akhir kalam, Mang Amsi tetaplah semangat berjuang. Sing sabar. Jalma hade gede hate. Kami di Komunitas Nabi Yusuf selalu mendukung. Semoga Allah mencatat niatan baik Mang Amsi berjihad literasi investasi. Begitu banyak orang yang lalai, risiko tuwir sebelum tajir itu sangat besar. Hanya dengan berinvestasi kita memiliki cadangan saat pensiun dan menua.
Salam investasi

Untuk berlangganan, silakan masukkan email:

0 Response to " Stoika Ramadhan: Speculate But Don’t Gamble "

Posting Komentar