Hero

Memaknai Saham Layaknya Layangan


SyariahSaham.com, CIANJUR -- Senja ini saya diajak Yasin, Alfath dan Dzikri untuk belajar menerbangkan layang-layang. Kita berangkat menuju pematang sawah yang hanya berjarak sepelemparan batu dari rumah. Hamparan padi yang menguning laiknya emas terhampar di hadapan.

Di perjalanan menuju pematang tersebut, kita bertemu dengan para tetangga yang tengah menyabit rumput untuk ternak mereka. Ada juga tetangga yang tengah mengetam hasil sawahnya selama seratusan hari ini.

Layang-layang pun segera disiapkan, lengkap dengan tali nilon yang tergulung dalam pegangan plastik berbentuk lingkaran. Saat angin mulai berhembus, kita mencoba menerbangkan layangan itu. Namun, karena angin masih malu-malu untuk menyapa, layang-layang pun belum bisa terbang dengan lepas.

Setelah menunggu beberapa saat, hembusan angin mulai kencang. Kita menerbangkan layangan tersebut dengan entengnya, dan dalam hitungan detik, layangan tersebut mulai meninggi. 

Semakin kencang angin berhembus, semakin tinggi layangan terbang, sampai tak terasa tali nilon pun mentok. Keceriaan dan kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak ketika mereka berhasil menerbangkan layangan setinggi-tingginya dan sementok-mentoknya.


Sambil memandangi keriangan anak-anak, saya merenungi fenomena layangan tersebut dalam kaitannya dengan trading saham. Ya, layangan adalah tamsil dari saham itu sendiri. Anak-anak adalah kita, sang trader. Trader yang selalu berharap sahamnya terbang tinggi.

Ternyata, supaya layangan lebih mudah terbang, dibutuhkan hembusan angin yang cukup kencang. Namun, itu saja tidak cukup. Ketika angin berhembus kencang, namun kita lengah dengan momentum tersebut, maka layangan akan kehilangan kesempatan untuk terbang tinggi.

Begitu pun dengan saham. Hembusan angin itu laiknya volume perdagangan yang besar. Volume itu adalah bahan bakar utama kenaikan saham. Saat volume melonjak, dan saham mulai merangkak naik, itulah saat tepat bagi saham untuk melanjutkan kenaikannya, bahkan tak jarang sampai mentok kanan alias Auto Reject Atas (ARA).



Saham yang sudah naik bukan berarti akan terus naik. Ada kalanya ketika angin di atas mulai melemah, layangan pun sedikit menukik ke bawah. Demikian halnya dengan saham, koreksi harga adalah sebuah pola yang niscaya.

Tinggal bagaimana selanjutnya kita menentukan keputusan. Apakah akan terus memegang layangan di atas sana, atau kita tarik talinya karena sudah bosan menerbangkan layangan. Inilah tamsil realisasi keuntungan atau memotong kerugian lebih dini.

Semoga perumpamaan ini hanya sekedar cocokologi. Selamat merenungkan, dan happy cuan! [amsi]

Untuk berlangganan, silakan masukkan email:

1 Response to " Memaknai Saham Layaknya Layangan "

  1. Menarik sekali mang..
    Dari segi ceritanya, lalu analogi layangan dengan saham, kemudian juga foto dan video pemandangan desa yg adem dan sejuk =D

    BalasHapus